PERTI: Pilar Pendidikan, Dakwah Moderat, dan Kebangsaan Indonesia

    PERTI: Pilar Pendidikan, Dakwah Moderat, dan Kebangsaan Indonesia
    Syekh Sulaiman ar-Rasuli

    Di tengah riuhnya lanskap keagamaan Indonesia, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) berdiri sebagai mercusuar tradisi yang tak lekang oleh waktu. Organisasi ini bukan sekadar entitas keagamaan; ia adalah denyut nadi pendidikan, seruan dakwah yang menyejukkan, dan semangat kebangsaan yang membara, berakar kuat dari tanah Minangkabau. Sejak kelahirannya di tahun 1928, dipelopori oleh ulama kharismatik Syekh Sulaiman ar-Rasuli, PERTI telah merajut benang merah antara pengajaran Islam, perjuangan bangsa, dan pelestarian akidah Ahlussunnah wal Jamaah.

    Artikel ini akan membawa Anda menyelami kedalaman sejarah PERTI, mengurai benang merah pemikiran para pendirinya, serta menyoroti peran vitalnya dalam membentuk karakter bangsa Indonesia yang religius, moderat, dan beradab. Kita juga akan mengupas tuntas relevansinya di era digital nan dinamis ini.

    Islam di Indonesia lebih dari sekadar panduan spiritual; ia adalah kekuatan sosial dan politik yang membentuk identitas nasional. Sejak awal abad ke-20, berbagai organisasi Islam bermunculan, merespons tantangan kolonialisme, kebodohan, dan kemunduran umat. Salah satunya adalah PERTI, yang menjadikan pendidikan dan dakwah sebagai garda terdepan perjuangannya.

    Didirikan pada 5 Mei 1928 di Candung, Bukittinggi, Sumatera Barat, PERTI hadir di masa ketika dunia Islam terbelah antara mempertahankan tradisi dan merangkul modernitas. Jika Muhammadiyah dengan KH. Ahmad Dahlan membawa pembaruan pendidikan Islam yang modern, dan Nahdlatul Ulama (NU) bersama KH. Hasyim Asy’ari fokus melestarikan tradisi pesantren, maka PERTI hadir sebagai jembatan—memodernkan pendidikan Islam tanpa mengorbankan kekayaan tradisi keulamaan dan tasawuf.

    PERTI menjadi permata dalam mosaik Islam Indonesia, menampilkan corak tradisional yang moderat dan berjiwa nasionalis-religius. Organisasi ini menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan keimanan harus berjalan seiring, dan bahwa perjuangan keagamaan tak terpisahkan dari perjuangan membela tanah air.

    Akar PERTI tertanam dalam tradisi surau di Minangkabau, yang bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan dan sosial. Di sana, ulama-ulama besar seperti Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Syekh Muhammad Jamil Jaho, dan Syekh Abdul Wahid Salim mencetak generasi muda dengan semangat tarbiyah—pendidikan Islam yang mengasah akal, hati, dan amal.

    Tahun 1928 menjadi saksi sejarah. Semangat kebangkitan nasional pasca-Sumpah Pemuda bergaung kuat. Para ulama Tarbiyah Islamiyah menyadari bahwa perlawanan terhadap penjajahan tak hanya dengan senjata, melainkan juga melalui pencerahan umat melalui pendidikan. Maka, lahirlah PERTI, dengan misi memajukan pendidikan Islam dan mempererat persatuan umat berlandaskan Ahlussunnah wal Jamaah.

    Menurut Sulaiman (2012), PERTI adalah “reaksi kultural dan intelektual terhadap penetrasi kolonial yang ingin melemahkan Islam melalui pendidikan sekuler.” Organisasi ini menjelma menjadi benteng perlawanan kultural, mendirikan madrasah-madrasah Islam yang mandiri.

    Secara ideologis, PERTI berpedomankan Ahlussunnah wal Jamaah, menganut mazhab Syafi’i dalam fiqih, Asy’ari-Maturidi dalam akidah, dan tasawuf al-Ghazali dalam spiritualitas. Ketiga pilar ini membentuk identitas unik PERTI, membedakannya dari gerakan Islam modernis.

    Bagi PERTI, pendidikan (tarbiyah) bukan sekadar transfer pengetahuan, melainkan pembentukan akhlak dan karakter mulia. Pendidikan harus melahirkan insan yang ‘alimun amilun—berilmu dan beramal nyata. (Perti.org)

    perti islam moderat pendidikan agama sejarah islam dakwah islam
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Bantu Pembangunan Masjid, Oesman Sapta Motivasi...

    Artikel Berikutnya

    Syekh Sulaiman Ar-Rasuli | Inyiak Canduang

    Berita terkait